49 days (speak now)

Hallo hallo semua sebangsa dan setanah air! I’m back with my ff. Adakah yang kangen? *reader: KAGAK ADA* sebenarnya.. eh sebenarnya ini ff mau dijadiin spesial Yoona birthday, tapi ya waktu itu kan UAS, nah jadi harus fokus dulu ma UAS.

Title: 49 days (Speak now)

Author : hyominstal/Anita Minhyo Minstal

Poster: SuperGeneration other fanfiction

Genre:

Romance | Friendship | family

Main Cast:

Kim Kibum as Bryan Trevor *west name of Kibum*

Im YoonA

Other cast:

Park Hyesun

Go Ara

Tiffany Hwang

Length:

(oneshoot)

___

 

SREETT

Dengan langkah lemas, kaki itu tetap menyeret tubuh YoonA. Rasa kantuknya, membuat dia tidak bisa apa-apa lagi sekarang, kecuali satu. Tidur.

“YoonA?” langkahnya terhenti. Matanya masih setengah normal, walaupun rasa kantuklah yang menang. Kenapa ayahnya masih jaga malam seperti ini? Dia saja yang masih muda, sudah kantuk setengah mati.

“ada apa? Kenapa appa belum tidur?” tangannya mengayun ke arah mulutnya dan menguap disana.

“kesini sebentar” bahunya merosot. Dia harus mengumpulkan tenaga lebih untuk sampai di kamarnya dan tertidur. Dia tahu, jika ayahnya sudah menyuruh dia seperti ini, maka akan banyak sekali pertanyaan dan pembicaraan yang jika sekarang dibicarakan, YoonA tidak akan mengerti. Mengingat kondisinya yang seperti orang ngelindur.

“ada apa, appa?” YoonA mendudukkan bokongnya pada kursi di hadapan ayahnya. Menatap kedua sorot mata lelaki paruh baya itu dengan kelopak mata yang setengah terbuka. Baru beberapa menit mereka terdiam satu sama lain. Dan YoonA menghabiskan beberapa menit tersenyum dengan menguap sebanyak 13 kali.

“kau masih ingat dengan Siwon-ssi?” tangan yang sudah siap menutup mulutnya untuk menguap tiba-tiba saja turun kembali mendengar nama pria itu.

“tentu saja, dia itu….”

“appa akan menjodohkanmu dengannya” potong ayahnya sebelum dia sempat melanjutkan perkataannya. Mata gadis yang awalnya kantuk itu kini terbuka selebar-lebarnya. Beginilah yang dia tidak suka pada orang yang memotong perkataannya. Padahal tadi dia ingin mengatakan ‘tentu saja, dia itu kekasih temanku’.

“aku tidak bisa, appa. Aku ingin fokus pada kuliahku” sebetulnya itu alasan bukan dari hati Yoona sendiri. Dia sengaja berkata seperti itu, mungkin bisa mengulur waktu dan ayahnya bisa lupa.

“kau tenang saja. Appa Siwon dan appa belum merencanakan kapan kalian akan bertunangan. Jadi kau fokus terlebih dahulu pada kuliahmu” Yoona mengangguk lemas. Dia berjalan sedikit gontai ke arah tangga. Mulai menaiki beberapa tangga hingga akhirnya berada di lantai dua.

“aku tidak bisa melupakan First loveku”, Yoona membatin.

***

“kau kenapa?”Hyesun menepuk pelan bahu Yoona. Membuat gadis itu sedikit terlonjak. Bagaimana tidak? Dari tadi sebelum dosen pertama masuk sampai dosen kedua masuk, posisi Yoona masih sama. Menyimpan kedua tangannya di atas meja dan dengan dagu yang menopang  di tangannya. Seperti orang melamun.

“ah aku tidak apa-apa” Yoona menarik kedua sudut bibirnya. Menampilkan senyuman buayanya pada Hyesun.

“jangan berbohong Yoona-ssi, aku tahu sifatmu. Ceritakan padaku apa masalahmu?”

“appaku… akan…”

“Hyesun, Yoona, kalian dipanggil oleh Mr. Lee” keduanya tersentak mendengar suara dosen Jung yang terdengar sangar itu, meskipun kesangarannya disembunyikan oleh wajah tampannya. Hyesun dan YoonA saling bertukar pandang. Tak biasanya kepala kampus – Lee Sooman itu memanggil mereka berdua, kecuali jika itu berkenaan dengan beasiswa.

YoonA yang pertama kali berdiri dari kursi yang menyambung dengan meja kecil itu. Kemudian disusul oleh Hyesun. Keduanya berpamitan pada dosen yang mengajarnya dan segera pergi ke kantor kepala.

Ceklekk

Kedua pria itu memandang daun pintu yang baru setengah terbuka. Yoona melongok ke dalam, memastikan apakah kepala ada di dalam atau tidak. Sampai matanya bertemu dengan mata kepala kampusnya, membuat dia sedikit kikuk sekaligus malu. Hyesun dan Yoona akhirnya masuk sepenuhnya ke dalam ruangan tersebut.

“heh, ikan nemo! Kenapa kau ada disini? Kau mengikutiku? Kau sudah menjadi fansku?” beribu pertanyaan keluar dari mulut Hyesun. Sampai mata Lee Sooman yang melotot bisa membuat Hyesun diam.

“ada apa Sooman songsaenim?” Yoona memberanikan diri bertanya. Dia memang sedikit penasaran dengan panggilan orang nomor satu di kampusnya itu. Terlebih di dalam ruangan itu adalah Yoona, Hyesun dan Donghae. Ketiga mahasiswa yang memang berprestasi.

“kalian sangat mahir dalam prestasi. Apa kalian tidak ingin menunjukkannya di luar negeri?” Yoona, Hyesun dan Donghae saling bertukar pandang. Seolah memiliki pemikiran yang sama. Apa Lee Sooman akan mengirim mereka ke luar negeri?

“jika kalian tidak keberatan, aku ingin kalian bersekolah di LA selama 2 bulan, bagaimana?” jelas Lee Sooman seolah menyuarakan jawaban atas pertanyaan yang berkumpul di otak ketiga mahasiswa itu.

“ddu..aa.. bu..lan.. ddi… LA?” tanya Donghae tak percaya. Dia sudah lama ingin pergi ke LA. Dan sekarang keinginannya terkabul. Beruntung sekali dia dianugerahi otak yang memiliki kelebihan.

“ya, kalian tidak keberatan?”

“SANGAT AMAT TIDAK KEBERATAN KEPALA” teriak ketiga mahasiswa tersebut.

$$$

Yoona memasukkan beberapa pakaian ke dalam koper yang cukup besar. Ayahnya mengerutkan keningnya heran. Yoona tersenyum lega ketika semua barang dan pakaian yang dia bawa sudah selesai dia masukkan. Meresletingkan kopernya dan hendak pergi keluar kamarnya sekadar untuk pamit pada ayahnya.

Belum seluruh tubuhnya berbalik, matanya menangkap sosok ayahnya yang tengah menyandarkan punggungnya di daun pintu.

“mau ke mana anakku?” sedikit demi sedikit rasa kagetnya hilang dengan pertanyaan lembut ayahnya.

“LA” jawab YoonA singkat, kemudian kembali melanjutkan. “aku bersama kedua temanku harus ada di sana selama 2 bulan. Tak apa kan?”

Ayahnya menarik nafas panjang. Mengkhawatirkan memang jika sampai perjodohannya dengan Siwon akan dibatalkan. “appa…”

Sang ayah menoleh pada YoonA yang sudah menggiring koper ke arah ayahnya. “aku tahu ayah melakukan perjodohan ini karena aku belum pernah memperkenalkan satu pria pun pada ayah” YoonA melipat kedua bibirnya. “berikan aku kesempatan agar bisa mencari lelaki lain yang aku cintai. Apabila itu tidak berhasil selama 2 bulan ini, appa bisa menjodohkanku dengan Siwon Oppa” kepalanya menunduk menatap sepatu putih dengan bilah sisi warna biru. Seperti ada sebuah sihir yang membuat pandangannya tak lepas dari sepatu itu.

“baiklah, appa memberikanmu kesempatan selama 2 bulan di LA. Tapi bagus juga jika appa memiliki menantu orang luar negri” anak dan bapak itu tertawa mendengar lelucon ayahnya.

“aku pergi dulu, ayah”

***

*skip*

@LA

YoonA menjatuhkan kopernya di lantai apartemen yang akan mereka (Yoona dan Hyesun) tempati. Sementara Donghae sengaja tinggal selama 2 bulan di apartemen kecil miliknya.

Tubuhnya sudah terlempar ke tempat tidur dan membaringkannya di sana. Hyesun tersenyum dengan kelakuan Yoona.

“benar-benar gila….” kemudian menghela nafas panjang. “besok kita harus berada di kampus? Yang benar saja!!”

“kita sudah di beri jadwal selama 60 hari, kita ada di negara ini…”

“60 hari…” dia bukan bertanya, tetapi berucap. Dia masih menerawang perkataan ayahnya. Dia harus menemukan pria yang dia cintai di negara ini. Negara yang asing memang, dan kesempatan yang diperlukan sangat tipis. Tapi tak apa, ketimbang dia harus menikah dengan Siwon. Bukan apa-apa, dia tahu Siwon itu baik, tampan dan kaya raya. Siapa yang tidak ingin dengan dia? Tapi sayang gadis kelahiran 30 Mei ini mementingkan perasaan temannya – Tiffany yang mencintai Siwon jauh sebelum dia mengenal lelaki itu. Dan dia juga tidak membutuhkan kesempurnaan yang dimiliki lelaki itu, tetapi memilih kesederhanaan yang di miliki oleh….

“Im YoonA?” Hyesun menggoyang-goyangkan tangannya di mata Yoona, membuat gadis itu kembali ke alam sadarnya.

“hah? Ada apa?…”

“seharusnya aku yang bertanya seperti itu… ada apa denganmu? Dari tadi tersenyum terus? Kau gila?”

“ah tidak apa-apa”

***

Yoona, Hyesun dan Donghae duduk di kursi masing-masing setelah dosen memberikan kami penjelasan untuk berkenalan singkat. Yoona menoleh ke kursi di sampingnya yang kosong.

Sayup-sayup telinganya mendengar percakapan dua orang mahasiswa yang duduk tepat di depannya.

“aku penasaran, kenapa Bryan harus izin selama 2 minggu? Dia baru 4 hari tidak ke kampus. Ah menunggunya sampai 10 hari lagi, seperti menunggu 1 tahun”

“kau terlalu berlebihan…”

Kedua gadis itu segera memfokuskan pandangannya ke arah dosen setelah percakapannya selesai. Dan sekarang Yoona-lah yang tidak memfokuskan diri ke arah dosen. Pikirannya terus bergelut pada seseorang yang bernama Bryan.

Ah sial.

Kenapa dia sepertinya mengikuti perkataan gadis tadi? Dia seolah menunggu 10 hari lagi agar bertemu dengan Bryan.

Kembali pandangannya ke arah kursi kosong di sampingnya. dia begitu penasaran dengan pemilik kursi itu. Karena di ruangan itu, hanya kursi di sampingnya yang kosong.

***

“Hyesun-ya…”

“ya?”

“apa kau tahu Bryan?”

Tangan Hyesun yang sedari tadi sibuk memencet tombol remote, segera berhenti dari aktivitasnya.

“Bryan Trevor maksudmu?”

“mungkin..”

“aigoo Yoona-ah, apa kau tidak tahu? Dia itu memiliki IQ tinggi satu kampus. Otaknya… ya ampun, aku sampai tidak bisa mendeskripsikannya. Dan satu lagi, dia itu tampan…” kepalanya memandang ke atas. Menerawang apa yang dia ketahui dari teman-teman kampusnya.

“apakah kau pernah melihatnya?”

“ya belum pernah…. bukankah tadi dia tidak ke kampus? Dan menurut anak-anak dia akan kembali 10 hari lagi.

***

10 hari kemudian

Yoona meletakkan tasnya di kursi yang menempel dengan meja. Kepalanya menoleng ke arah kursi di sampingnya. 10 hari…. dia akan bertemu dengan lelaki itu sekarang. Kepalanya menatap dua bangku di samping kursinya. Donghae dan Hyesun belum juga datang.

Seorang lelaki paruh baya itu duduk di depan semua murid. Mister Stephen, terkenal dengan kesangarannya.

“Mister.. maaf kami terlambat” Donghae dan hyesun segera berlari ke tempat duduknya.

Tok tok

“siapa lagi ini?” Mister Stephen beranjak dari duduknya dan membukakan pintu. Tangannya membenarkan letak kacamatanya menatap mahasiswa di depannya layaknya melihat mahasiswa baru.

Tas selempang, Hoodie dan sepatu bermerek yang dipakai lelaki itu membuat semua mahasiswa terutama perempuan melihat ke arah pintu.

“tck, bisakah tidak menghalangi jalanku Mr. Stephen?” seluruh tubuhnya akhirnya masuk ke dalam ruangan itu. Tanpa memperdulikan tatapan semua orang, lelaki itu hanya berjalan lurus menuju kursinya yang berada di barisan paling belakang.

Sayang sekali, Im Yoona – yang dari tadi menunggu kedatangan lelaki yang membuatnya penasaran, tak menyadari jika lelaki itu sudah duduk di sampingnya. dia terlalu sibuk pada tasnya.

Semua barang telah dia keluarkan. Akan tetapi benda panjang bertinta itu tak dapat dia temukan.

“Hyesun, kau bisa meminjamkan pena untukku?” Yoona menoleh pada Hyesun yang masih bengong melihat ke arah Yoona. Ah tidak, bukan ke arahnya tapi ke orang yang di samping Yoona!!.

Yoona mengikuti arah pandang temannya dan menyadari kursi kosong selama 10 hari ini sudah terisi dengan lelaki tampan yang menunduk tangannya sibuk mengaduk-ngaduk tas selempangnya dan membawa buku dan alat tulis dari dalam tas tersebut.

Selang beberapa detik, Yoona memang terpana dengan lelaki itu. Tapi tidak berlangsung lama.

“ehmm.. hey, apa kau punya….”

“tidak ada”

What the? Belum terucap sebuah benda yang dia butuhkan, lelaki itu sudah menjawab ‘tidak ada’ ? kali ini Yoona harus bisa bersabar. Nilai yang dimiliki Bryan pada dirinya masih 80 dan itu tergantung attitude-nya.

“maksudku, apakah kau punya bolpoin?”

Bryan menatap Yoona dingin, membuat wanita itu merinding. “ah baiklah, mungkin kau tidak mempunyainya” Yoona menggigit bibir bawahnya – malu.

“ini” sebuah tangan terjulur ke arahnya dengan sebuah pena di tangannya.Yoona melihat ke pemilik tangan tersebut dan Bryan – lelaki itu yang memberikannya. Ya meskipun mata Bryan tak menatapnya. 75 – sepertinya nilai itu cukup untuk Bryan.

***

Yoona membuang tasnya sembarang dan merebahkan tubuhnya di sofa. Dia terlalu capek pergi ke kawasan pusat perbelanjaan. Sementara yang dia beli hanya sayuran saja.

“kau dari mana saja?” tanya Hyesun dari dapur dengan sebungkus snack di tangannya.

“belanja…” jawabnya asal.

“YoonA-ya” Hyesun menyimpan remote di atas meja dan matanya tertuju pada YoonA. “kau tahu Bryan Trevor?”

YoonA mendesah panjang. Kenapa sahabatnya harus memanggil nama lelaki itu di hadapannya? Lelaki yang bernilai 75 di matanya. Tangan YoonA terkepal, nafasnya memburu seakan marah…. tapi marah pada siapa? Toh orang yang dia marahi tidak ada di sini. “tahu. Orang menyebalkan yang duduk di sampingku”

“what? Menyebalkan? Aigoo YoonA-ya, itu bukan menyebalkan tapi..” Hyesun tampak berpikir. Sebenarnya ya Bryan memang menyebalkan, tapi dia sedikit wajar tidak seperti Yoona “tapi… cool”

“terserah”

Sejenak percakapan mereka berhenti sampai disitu. Hyesun kembali ke aktivitasnya yang semula, yaitu mengganti chanel TV yang menurutnya tidak ada yang menarik. Sampai otaknya menangkap sesuatu.

“Yoona! Kau menyukai Bryan?”

Yoona yang membaca majalah di tengah kelelahannya tersentak dengan pertanyaan Hyesun. “TIDAK, siapa yang mengatakan ku menyukainya?”

“jangan berbicara seperti itu, nanti malah kebalikannya. Aku punya satu permainan yang menarik…”

“apa? Aku sudah bosan bermain truth or dare, tidak menarik”

“bukan itu.. waktu kita disini hanya 49 hari lagi bukan? Aku ingin kau mendekati Bryan selama 49 hari ini. Jika kau berhasil mendapatkannya… kau boleh meminta apapun dariku”

“apa kau katakan? Mendekati namja sombong itu? Aku tidak mau” Yoona menyilangkan kedua tangannya. Tunggu. Bukankah tadi Hyesun katakan jika dia boleh meminta apapun dari gadis itu. Uhmm, sepertinya gadis ini tengah memikirkan sesuatu. “tunggu, baiklah aku akan mendekatinya, tapi jika aku berhasil… kau harus menjadi kekasih Donghae.. bagaimana?”

Sekarang giliran Hyesun yang merasa terpojokkan. “baiklah.. aku setuju. Tapi ingat! Kau harus mulai mendekati Bryan dari mulai besok!!!”

“ne. Arraseo”

***

Day 1

Yoona berjalan agak cepat hari ini. Tangannya memegang beberapa buku yang sepertinya tidak muat dimasukkan ke dalam tasnya. Dia masih harus menaiki anak tangga untuk sampai ke kelasnya.

Brukk

“Sorry~” Yoona sepertinya mengenal suara itu, ya meski tidak sering. Tangannya buru-buru bergelut memunguti buku-buku yang berserakan di lantai tangga. Kemudian matanya beralih pada seseorang yang menabraknya.

“Bryan?” sebelah alisnya naik, bingung dengan hal yang ‘baru’ pada lelaki itu. Bryan tampak membenarkan letak kacamatanya. Dan yang membuat Yoona bingung, dia baru tahu jika Bryan minus.

“ah Yoona, Sorry~ are you ok?”

Nah, sekarang kejutan apa lagi? Bryan kenapa berubah seperti ini? Berbeda jauh dengan Bryan yang kemarin. “um, Yoona, maaf aku harus ke perpustakaan”

“oh silahkan” YoonA menggeser tubuhnya beberapa senti, memberi jalan pada Bryan. Kemudian dia membalikkan tubuhnya, menatap punggung Bryan. ‘apa mungkin lelaki itu sudah mengetahui rencanaku bersama Hyesun?, ah sepertinya tidak mungkin’.

“Kau akan mati Bryan trevor” seseorang dibalik dinding tengah tersenyum kemenangan melihat momen yang diabadikannya.

+++

Yoona menengok ke samping, melihat Bryan yang fokus dengan dosen. Beberapa saat setelah itu, Bryan menarik kedua sudut bibirnya memperlihatkan senyumnya.

Sepertinya Yoona mengenali senyum itu. Pikirannya kembali terbayang ketika dia masih kecil. ‘Tidak mungkin dia Kibum Oppa’, Yoona membatin.

Kemudian sebelah tangannya merogoh tasnya, dan kembali mengeluarkannya dengan selembar foto. Matanya menatap sosok Kibum di foto itu ketika masih kecil. Bryan menyadarinya, kemudian tersenyum.

***

Day 2

Pagi-pagi sekali Yoona datang ke kampus, meninggalkan Hyesun yang masih menggeluti kasurnya. Hanya beberapa mahasiswa yang sudah ada di sana. Yoona membuka laptopnya, ah dia lupa membawa modemnya padahal dia ingin sekali sekadar mengunjungi blog pribadinya.

Srett

Yoona mengalihkan tatapan dari laptopnya ke arah pintu, dan mendapati Bryan di sana dengan tas selempang yang dia kaitkan pada bahunya.

Yoona tersenyum pada lelaki itu, hari ini Bryan tidak memakai kacamatanya. Bryan hanya melengos ke kursi belakang Yoona tanpa membalas senyumnya. Pikirannya masih bergelut dengan kejadian semalam.

Flashback

Bryan melempar sembarang tasnya. Tak henti kedua tangannya mengacak rambutnya. Sial! Dia terlalu ceroboh dekat dengan gadis itu, siapa lagi jika bukan Yoona.

“siapa dia?” Bryan memalingkan wajahnya ke arah lelaki bejat itu. Bau alkohol tercium dari mulut lelaki itu.

“apa maksudmu?”

“siapa wanita yang tadi bertabrakan denganmu di tangga itu? Wanita itu sangat cantik” tangan Bryan terkepal kuat. Sudah cukup adik dan ibunya menjadi korban ayahnya.

“ayah, aku mohon cukup adikku saja yang menjadi korban atas pelampiasanmu pada ibuku!”

Bryan awalnya memang memiliki ibu, namun sayang ibunya sudah lama meninggal. Dan lebih parahnya lagi, ayahnya pernah menganggap adiknya adalah ibunya. Adiknya diperkosa oleh ayahnya tak lama setelah itu adiknya meninggal. Dan inilah kehidupan Bryan setelah itu. Kesepian.

“wanita itu mirip dengan ibumu. Kau harus menyerahkannya padaku, atau kau akan mati”

Flashback end

“Bryan, kau tahu password WiFi?” Bryan tersadar dari lamunannya.

“ye? Ada apa Im Yoona?”

“Tidak jadi, jangan memanggilku Im Yoona dengan cara bicaramu yang aneh. Panggil aku Yoong”

***

Day 6

Selama 4 hari ini, Yoona merasa Bryan kembali ke sikapnya ketika Yoona pertama kali bertemu dengan lelaki itu. Dingin, seperti ice batu.

Kali ini matanya menangkap punggung lelaki itu yang tengah membaca bukunya di depan pintu kelas. Mata Bryan memang mirip dengan Kibum, sangat terlalu mirip malah. Jika Yoona melihat Kibum sekarang, mungkin wajahnya akan persis seperti Bryan.

“Yoona-ya!” Yoona menolengkan kepalanya pada Hyesun yang juga menatap Bryan.

“ada apa?” Hyesun mengalihkan tatapannya pada Yoona. Kedua matanya bergantian melihat Bryan dan Yoona.

“kenapa kau ada di sini? Jangan-jangan…” Hyesun menunjukkan senyuman nakalnya, menggoda Yoona sepertinya.

“jangan-jangan apa?” Yoona memelankan volume suaranya, sepertinya ini tidak penting untuk didengar banyak orang. Hyesun mendekatkan wajahnya ke Yoona memicingkan kepalanya di daerah telinga Yoona.

“kau mulai menyukainya…” bisiknya.

“astaga! Hyesun, kau ini! Aku kira apa”

“tapi benar bukan tebakanku? Kau menyukai Bryan?”

“Tidak! Kenapa aku harus menyukai ice batu itu?” Yoona menyilangkan kedua tangannya di dadanya.

“ice batu? Dia itu Snow. Kelakuannya memang dingin, tapi hatinya lembut seperti salju”

Yoona menggigit bibir bawahnya pelan. Lembut? Bryan bersikap lembut padanya ketika mereka untuk kedua kalinya bertemu. Dan setelah itu sudah. Tidak ada lagi.

***

Sudah terhitung dua Minggu Yoona berusaha untuk mendekati Bryan, tapi apa mau di kata. Lelaki itu terlalu dingin untuk Yoona. Matanya kini menangkap sosok Bryan yang tengah mengobrol dengan seorang wanita. Seorang wanita? Ah dia berharap itu bukan kekasihnya.

Tapi…

Kenapa dia harus mengharapkan itu semua? Biarkan saja lelaki menyebalkan itu bersama wanita yang kini tengah mengobrol dengannya.

Yoona menggeleng-gelengkan kepalanya matanya kembali tersenyum pada dua insan yang berdiri hanya beberapa meter darinya.

Bryan…

Dia..

Tersenyum?

Ah tidak sekarang lelaki itu tertawa.

“Ara-ssi, jadi bagaimana kabarmu di Korea?” tutur Bryan. Matanya menatap wajah Ara, teman sekaligus ya bisa dibilang dia menyimpan perasaan suka pada wanita itu.

“kabarku? Tentu saja baik. Kabarku pasti akan jauh lebih baik dari mu” Ara tertawa lebar. Bryan masih menatap wajah gadis itu, inilah yang dia suka dari Ara. Ara memiliki semua yang ada di type idealnya.

“umm, tidak lucu ya?” Ara menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

“tentu saja lucu, kau itu badut” Bryan mengacak-ngacak rambut yang sudah ditata Ara tadi.

Ara mendengus kesal, tangannya mengayun ke atas membenarkan tatanan rambutnya. “ah iya aku belum pernah bercerita bukan jika aku sudah memiliki kekasih”

Deg.

Apa? Dia tidak dengar, dan berharap Ara tidak mengulanginya lagi. Kekasih ya? Apa dia terlambat? Ah tidak tidak. Sebelum Ara menikah, masih banyak bukan kesempatan yang masih bisa dia dapat.

“ah iya, aku pergi dulu ya! Tidak enak berada di kampus sementara aku tidak sekolah disini”

***

Day 21

Yoona menyimpan makanannya di meja sudut dekat jendela. Bukannya memakan makanan itu, Yoona malah menyilangkan tangannya di atas meja, dan menelungkupkan kepalanya disana.

‘bagaimana jika aku tidak bisa mendapatkan lelaki lain disini? Waktuku hanya 28 hari lagi’.

Druk.. druk..

Yoona mengangkat kepalanya dan melihat..

“BRYAN?”

Lelaki itu menarik kursi dihadapannya dan mendudukinya. “tidak ada meja yang kosong…”

Yoona menatap wajah lelaki itu, Bryan kembali memakai kacamatanya. Dia memang pantas memakai kacamata. Ya dia akui Bryan memang… ehem, tampan.

“aku tau aku menarik, tapi bisakah sekarang kau tidak menatapku seperti itu?” Bryan memasukkan suapan pertama ke mulutnya. Bryan memasukkan tangannya ke saku celananya dan mengeluarkan selembar foto dan diulurkannya pada Yoona.

“apa ini?”

“ itu foto adikku, sangat mirip bukan denganmu?”

Yoona mengamati foto itu, benar adik Bryan memang mirip dengannya sangat mirip malah. Tapi…

Kenapa Bryan menunjukkan foto ini padanya, jangan bilang jika dia…. ouhh apa Bryan menganggapnya adik?

“ya, dia memang mirip denganku. Boleh aku bertemu dengannya?”

Bryan menjatuhkan garpu dari tangannya. Masih bisakah Yoona melihat adiknya yang sudah…..

Bryan menggelengkan kepalanya.

“kenapa?”

“dia sudah tidak ada…” lirihnya.

“tapi, kau bisa menjenguknya di makam”

“baiklah, besok bisa?” tanya Yoona.

Bryan terhanyut dalam mata Yoona. Di tidak sanggup, dia tidak bisa melakukan ini semua. Yoona terlalu baik untuk disakiti.

***

Day 22

“ternyata kau sudah siap…” gumam Bryan.

“tentu saja aku sudah siap, ayo” Yoona masuk ke dalam mobil sport merah milik Bryan. Bryan memijit pelipisnya, tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

‘dan kau sudah siap juga untuk tersakiti. Jangan pernah untuk memaafkanku Im Yoona’

“kenapa kita kemari? Ini rumahmu?”  Yoona memandang rumah dua lantai di hadapannya. Dari luar, memang rumah itu sedikit eror angker, banyak debu di mana-mana. Sulur pohon yang sudah mencapai ddindding rumah, membuat rumah itu mirip dengan greenhouse.

Bryan diam dengan pertanyaan Yoona. Rumah ini memang rumahnya, ah tidak ini rumah lelaki bejat itu. Rencananya dia akan mengantar Yoona ke rumahnya – menemui lelaki bejat itu – menyerahkan Yoona kepadanya. Rencana yang sangat baik bukan?

“ada yang ingin aku bawa terlebih dahulu” Bryan melengos pergi meninggalkan Yoona di ambang pintunya. Matanya menatap keliling rumahnya, heran mengapa lelaki itu tidak ada di rumahnya. Matanya menangkap selembar kertas di ruang tamu.

“Aku pergi sebentar keluar”

Bryan meremas kertas itu keras. Beraninya tua bangka itu memainkan dirinya. Kembali dia menghampiri Yoona yang ada di ambang pintu.

“maaf, Yoong. Aku tidak bisa ke sana menemuimu” Yoona mengangkat kepalanya yang semula menunduk. Kemudian kepalanya bergerak ke atas dan ke bawah, mengangguk.

“baiklah..”

Day 27

Yoona mengambil buku psikolog di rak ke tiga paling atas. Kakinya entah mengapa menyeret dia untuk datang ke toko buku. Padahal dia tidak berminat untuk membaca buku selama ini, kecuali jika memang ada ulangan.

“Yoong!” Yoona menolehkan kepalanya ke samping dan mendapati Bryan yang tengah berlari ke arahnya. “kau tidak kuliah?”

“aku sedang malas” tangannya kembali bergerak ke atas, menyimpan kembali buku yang baru saja dia ambil beberapa menit yang lalu. “kau sendiri?”

Bryan memutar bola matanya. “aku mendapat tugas karena tidak sekolah selama 11 hari”

“ohh..” Yoona beroh ria mendengar cerita Bryan. Dia membenakan letak tas selempang di bahunya. “aku sudah menyelesaikan urusan di sini, aku pulang..” Yoona membalikkan badannya, namun tangan Bryan sudah menahannya terlebih dahulu.

“aku akan mengantarmu”

Motor sport putih itu berhenti di depan sebuah rumah mewah bergaya klasik. Yoona bingung, mengapa Bryan menghentikan motornya di depan sebuah rumah yang dia yakini bukan rumah lelaki itu.

Mata Bryan tak lepas dari mobil sport hitam yang terparkir di halaman rumah itu. Tangannya terkepal kuat ketika melihat Ara dan seorang lelaki sama-sama menaiki mobil itu. Mobil itu kini sudah ada di depan matanya. Kaca jendela yang menghubungkannya dengan Ara terbuka.

“oppa maaf, aku akan pergi..”

Bryan mengangguk. “tak apa, lain kali aku kemari”

“rupanya kau mengerti bahasa korea, temanmu itu memanggilmu oppa” Yoona membenarkan letak helm yang membuat kepalanya sedikit berat. “temanmu itu orang Korea ya?”

Bryan mengangguk “dia memang orang korea..”

“kau sedih karena wanita itu pergi dengan kekasihnya?” tebak Yoona.

Bryan menghela nafas kesal, kemudian tangannya menggas motornya dengan kecepatan penuh, membuat Yoona yang terkejut hampir tercengang ke belakang.

***

Day 32

Hari ini hujan turun dengan lebat. Bryan tidak masuk, sehingga Yoona memakai kursi Bryan agar bisa melihat pemandangan di luar sana lewat jendela. Dosen tidak masuk hari ini. Dia menyilangkan kedua tangannya di jendela, dan matanya menerawang jauh, berharap ada Bryan tengah berjalan.

“aish, aku ini kenapa? Bryan tidak hadir, kenapa aku harus mengharapkan dia ada” Yoona mengembungkan pipnya kemudian dia menelungkupkan kepalanya di silangan tangannya.

Tapp.. tapp..

Yoona kembali mengangkat kepalanya. Dua orang yang berbeda kelamin tengah berlari ke lapang basket, lelaki itu berlari dan di belakangnya ada seorang wanita. Yoona merasa mengenali lelaki itu. Dan benar saja, lelaki itu adalah….

“Bryan..” panggilnya lirih. Yoona menyipitkan matanya, melihat si gadis. Dia juga sepertinya pernah melihat gadis itu. Sementara dosen tidak masuk, Yoona sengaja pergi ke luar, agar bisa mendengar percakapan mereka berdua.

Kakinya berhenti berjalan, matanya membelalak kaget ketika dia melihat dengan jelas wanita itu adalah….

Tiffany.

“Bryan, aku mohon kembalilah padaku” Tiffany memeluk Bryan dari belakang. Mata Yoona memanas melihat ini semua. Sepertinya dia mulai menyadari jika dia mempunyai perasaan pada Bryan.

“maaf, aku tidak bisa…” Bryan mencoba melepas genggaman tangan Tiffany, tapi gadis itu malah lebih mengeratkan pelukannya.

pandangan Yoona sudah buram dengan air mata yang sebentar lagi akan keluar. Kenapa harus Tiffany mantan Bryan? Dia sudah menolak perjodohannya dengan Siwon karena Tiffany.

“kenapa?”

“aku sudah menyukai gadis lain. Maaf..” mata Yoona akhirnya mengeluarkan air mata setelah Bryan selesai mengucapkan kata itu. Pikirnya, Bryan sudah mengumumkan rasa sukanya pada Go Ara. Yoona menghapus air matanya kasar dan berlari – bukan kembali ke kelasnya, melainkan keluar kampus.

***

Day 39

“bagaimana hubunganmu dengan Bryan?” tanya Hyesun pada Yoona yang tengah mengganti chanel TV sembari mengunyah snack yang baru saja dibeli Hyesun di supermarket bawah.

“aku tidak akan mendekatinya lagi..” tutur Yoona dengan mulut penuh snack. Hyesun membelalakkan matanya kaget.

“kenapa?”

“ternyata mantannya adalah sahabatku sendiri… aku tidak mau mendekati Bryan, aku takut dicap sebagai seorang teman yang merebut mantan kekasih temannya sendiri” wajah Yoona berubah menjadi muram. Tangan yang tadi memegang snack dan remote kini tidak lagi.

“ya! Itu tidak untukmu, bagaimana jika Bryan adalah..

..jodohmu?” Hyesun menggebrak meja di adapan Yoona, membuat gadis itu tersentak kaget atas perlakuan kawannya.

“aku tahu ini memang tak adil untukku. Tapi…” Yoona menyelidik tatapan marah Hyesun. “tapi kenapa kau mengharapkan aku kembali mengejar Bryan? Bukankah kau harus senang karena kau tidak akan berpacaran dengan Donghae?”

Hyesun menggaruk kepalanya yang tak gatal. “euhh.. itu.. aku.. aku..”

“kau menyukai Donghae?”  selidik Yoona.

“tidak.. eh… iya.. eh, ahhhhh” Hyesun berdiri kemudian berlari ke kamarnya.

***

Day 42

Yoona memainkan sepuluh jarinya. “tinggal 7 hari lagi…”

“Yoong!” Yoona mengangkat kepalanya, Bryan tengah berjalan ke arahnya. Yoona terlihat bingung, akhirnya dia berlari menjauhi Bryan.

“ada apa dengannya?” Bryan menaikkan bahunya bingung dengan sikap Yoona.

Bryan melihat Yoona tengah bersama Hyesun di dekat lapangan basket. Hyesun menyadari keberadaan Bryan, dia tersenyum. Sepertinya dia harus tutup mulut kali ini.

“Im Yoona” Yoona menoleh ke arah sumber suara itu dan mendapati Bryan kini ada di hadapnnya.

“aku harus pergi ke toilet, maaf..” Yoona berlalu, kini hanya ada Bryan dan Hyesun di sana.

“ada apa dengannya?”

“dia kecewa karena mantan kamu sebelumnya adalah Tiffany – sahabatnya” cerita Hyesun. Bryan mengangguk mengerti.

Day 45

Yoona berlari menaiki anak tangga. Tugasnya yang harus dia selesaikan kemarin kini ada di tangannya. Meski dia tahu kecil kemungkinan dosennya akan menerima tugasnya.

“Yoong”

Yoona mengangkat kepalanya menatap Bryan yang juga tengah menatapnya. Darahnya berdesir, jantungnya berdetak cepat ketika mereka berdua bertatapan seperti itu.

“apa?”

“aku harus berbicara denganmu” Bryan menarik paksa lengan Yoona.

Kini mereka berada di bukit belakang kampus, pemandangan di sana sangat sejuk. Tak heran banyak sekali pasangan di sekitar mereka. “ada apa?” tanya Yoona.

Grebb

Bryan menarik tangan Yoona dan mendekap tubuhnya. Yoona menatapnya tak percaya, kenapa Bryan tiba-tiba saja memeluknya?

“kau bisa merasakannya?”

“apa?”

“jantung…” Yoona mengangguk ketika dia merasakan detakan jantung Bryan yang begitu cepat.

“aku mencintaimu, kau mau menjadi kekasihku?” Yoona mendorong tubuh bryan ketika mendengar pernyataan lelaki itu.

Yoona yang “salting” berpura-pura membenarkan tatanan rambutnya. “apa maksudmu?”

Bryan tersenyum miris. “kau tak mendengarnya? Aku mencintaimu, mau kah kamu menjadi kekasihku?”

Yoona membalikkan badannya tak ingin menatap wajah Bryan. “Tiffany…” ucapnya lirih, seperti sebuah bisikan. Namun, Bryan masih bisa mendengarnya.

“apa hubunganmu dengan Tiffany?” Bryan menepuk pundak Yoona pelan, dan tangannya terus menempel di bahu Yoona yang bergetar karena menangis.

“dia sahabatku, aku rela menolak Siwon, karena dia”

Bryan tersenyum miris. “aku dan dia tidak ada hubungan apapun lagi…

Aku sudah melupakannya, jauh sebelum kau datang dalam kehidupanku”

Kali ini Yoona membalikkan badannya menatap Bryan. “tapi Tiffany, belum melupakanmu..” Yoona mengusap air matanya kasar. “lagi pula waktuku hanya 4 hari lagi di sini, untuk apa waktu sesingkat itu?”

Grebb

Bryan memeluk Yoona erat, kali ini Yoona tidak melawan dia menangis di dada Bryan. Rintik hujan turun membasahi tubuh mereka, menyamarkan air mata mereka. Mereka? Bryan juga menangis disana dalam diam.

“kita manfaatkan waktu singkat itu, kau mau?”

Yoona menutup matanya, memikirkan jawaban yang harus dia berikan pada Bryan. Kepalanya mengangguk dalam dekapan Bryan. Biarlah air hujn menjadi saksinya.

***

Day 48

Selama tiga hari itu memang dimanfaatkan oleh Yoona dan Bryan, setiap hari mereka berkencan. Bosan juga berkencan hanya ke tempat itu saja, tapi tidak dengan mereka. Taman bermain, entah kenapa mereka berdua sering menghabiskan waktu mereka disana.

Yoona sedari tadi melamun, tatapan matanya kosong – tapi bukan berarti pikirannya kosong juga. Pikirannya jenuh, besok hari terakhir dia berada di sini. Sulit juga melupakan tentang ini semua, terlebih Bryan.

“Yoona-ya”

“Yoona-ya”

“ Im Yoon Ah!”

Yoona mengangkat kepalanya ketika mendengar Hyesun berteriak memanggil namanya. “ye?” Yoona menatap bingung kedua makhluk di hadapannya. Hyesun tidak sendiri berdiri di sana, tapi juga dengan Donghae. Jangan jangan mereka….

“kalian…”

“ne, kami sudah jadian tiga hari yang lalu, kau jahat sekali Yoona tidak memberitahukan bahwa kamu sudah jadian dengan Bryan…”

Raut wajah Yoona kembali muram ketika Hyesun berbicara membawa-bawa nama Bryan. Pikirannya bergelut. Pikirnya, andai dia seperti Hyesun – Donghae kapan pun bisa menemui Hyesun, sementara dia? Apakah hari esok adalah hari terakhir dia dan Bryan akan menjadi seorang kekasih?

Drrtt..

Yoona tersentak ketika ponselnya bergetar, tangannya merogoh tasnya dan menemukan ponselnya di sana.

“cepat temui aku di kedai kopi, di jalan xxx” Yoona membaca satu persatu kata di dalam pesannya. Dia menarik tasnya dan dia selempangkan di bahunya. “aku pergi dulu”

Yoona menunduk, jari-jari lentiknya memainkan kemejanya. Sudah lebih setengah jam mereka diam. Yoona yang lebih tertarik menatap sepatunya ketimbang Bryan dan Bryan yang lebih tertarik membaca buku menu.

“tentang hubungan kita…” Bryan memulai percakapan diantara mereka.

Yoona masih menunduk, ini yang dia takutkan. Dia takut jika Bryan akan membahas hubungan mereka berdua. Untuk itu, dia merasa tidak enak hati saat perjalanan ke sini.

“aku rasa kau tidak akan kembali kemari, kau ingin bagaimana? Mengakhiri? Atau berhubungan jarak jauh?”

Brakk

Bryan mengangkat kepalanya menatap Yoona yang menggebrak meja, semua mata tertuju padanya. Nafas Yoona naik turun. “kau…” telunjuknya dia arahkan ke wajah Bryan. “kenapa kau begitu mudah untuk mengambil keputusan hah? Apa kau tidak memikirkan perasaanku? Aku bingung, apa hubungan kita akan terus seperti ini?”

Yoona beranjak dari kursinya dan berlari keluar kedai, dan Bryan di belakangnya. dia berlari ke bukit belakang kampus, tempat dimana Bryan menyatakan perasaannya.

Grebb

Bryan memeluk Yoona dari belakang dia juga menangis, tidak ada air hujan yang dapat menyemarkan air matanya. “aku minta maaf..” Bryan terus menerus menciumi puncak kepala Yoona. “kita coba saja dengan hubungan jarak jauh, jika berhasil lanjutkan, jika tidak, akhiri..”

Yoona membalikkan badannya menghadap Bryan dan memeluknya erat. “30 Mei…” Yoona menarik nafas sebentar. “ulang tahunku..”

“aku akan datang ke Seoul, memberikan kado untukmu”

“apa? Kue ulang tahun yang ada gambar rusa dengan salju”

 

***

Day 49

“besok, bawa wanita itu kemari..” seorang lelaki paruh baya itu menghisap rokoknya dan menatap lelaki yang lebih muda darinya yang berdiri di hadapannya.

“aku berubah pikiran..” cetus Bryan. “sudah cukup ibu dan adikku, aku tidak mau orang yang kusayangi juga kau ambil”

Plakk

Lelaki paruh baya yang tak lain ayah Bryan menampar pipi Bryan, meninggalkan bekas tamparan warna merah di sana.

“kau..” tatapan matanya tajam, kedua tangannya terkepal kuat. Menandakan jika ayah Bryan akan membuat Bryan lebih sakit lagi.

Tapi tidak.

Lelaki paruh baya itu malah kembali menjatuhkan tubuhnya pada bilah kursi. “terlambat..” menghisap rokoknya sebentar. “pengawal ku akan menjemputnya…

…secara paksa”

Bryan melototkan matanya kaget, berulang kali dia menggelengkan kepalanya. ‘tidak mungkin’ pikirnya.

Tanpa aba-aba lagi, kakinya bergerak secepat kilat meninggalkan sang ayah yang tersenyum penuh kemenangan. “sudah kuduga, reaksinya akan seperti ini..”

**

Tok tok tok

“Yoona..” Bryan terus memukul pintu itu kasar, berharap pemilik apartment bisa membuka pintunya. “YOONA!”

“Bryan…” Bryan melempar pandang ke samping melihat Yoona sedang bersama temannya. Bryan berlari ke arah Yoona dan memeluknya erat.

“kau baik-baik saja kan?” Bryan memutar tubuh Yoona memperhatikan tubuh Yoona, takut jika terjadi apa-apa pada gadis itu.

Yoona menatap bingung dengan perlakuan kekasihnya. “kau kenapa? Aku tidak apa-apa”

Drrtt..

Bryan merogoh sakunya dan mengeluarkan ponselnya. ‘sudah saatnya gadis itu milikku…’ Bryan rasanya susah menelan salivanya sendiri ketika membaca pesan itu dalam hati.

“ikut aku..” Bryan menarik tangan Yoona dan membawanya berlari menuruni anak tangga.

;;;

“kau kenapa?” Yoona menghempaskan tangan Bryan yang dari tadi membawanya lari. Nafasnya naik turun. Mungkin lebih dari 2 KM mereka berlari. Yoona sedari tadi bingung dengan sikap Bryan, lelaki itu aneh.

“kau harus selamat Yoona…. kau harus selamat..” Bryan mengguncang-guncangkan tubuh Yoona. Sementara Yoona, masih menatap Bryan dengan pandangan aneh.

“selamat dari apa?”

Bryan menghentikan guncangannya pada Yoona. “ayahku..”

“ayahmu?”

“dia menginginkanmu, jika aku tidak menyerahkanmu, maka aku akan mati. Dan aku memilihmu Im Yoona. Kau bisa lihat bukan? Aku menyayangi dirimu melebihi diriku sendiri. Dan mungkin sebentar lagi lelaki bajingan itu akan datang…” Bryan menunduk menyembunyikan air matanya dengan rambut yang sedikit panjang itu.

Tap tap

“bukan mungkin lagi, tapi dia ada di hadapanmu Bryan Trevor” Bryan dan Yoona menatap seseorang yang berbicara seperti itu, dan menemukan ayah Bryan yang di kedua sisinya di temani oleh pengawalnya.

Bryan yang masih menggenggam tangan Yoona mundur selangkah, membuat gadis itu juga mundur. “kita harus lari..” bisik Bryan. Yoona mengangguk.

Dalam hitungan tiga mereka berlari. Mr. Trevor tersenyum. Salah satu pengawal hendak mengejar mereka, namun di tahan olehnya. Dia mengeluarkan sebuah benda hitam dari saku celananya.

DORR

Yoona terdiam ketika mendengar suara pelatuk itu. Bukan, bukan dia yang terkena tembakan itu, melainkan seorang pria yang ada di sampingnya yang kini memegangi kakinya yang tadi tertembak. “sialan..” umpat Bryan.

“menyerah?” tak disangka Mr. Trevor sudah ada di hadapan mereka. Menatap remeh Bryan yang meringis sakit.

“aku akan menyerahkan diriku..” keputusan Yoona membuat Bryan membelalakkan matanya. Kepalanya terus menggeleng-geleng tanda tidak menyetujui usul Yoona.

“kau harus selamat..”

Yoona menutup matanya, perlahan cairan bening itu keluar dari matanya. “kau selalu berkata aku harus selamat, sementara kau? Kau sudah sakit seperti ini, apa kau mau mati konyol hah? Dengan aku menyerahkan diri, mungkin diantara kita tidak akan ada yang mati. Kita anggap tidak pernah bertemu sebelumnya”

“maafkan aku Bryan, ini demi kebaikan..” Yoona berdiri menatap ayah Bryan yang berdiri di hadapannya. “bawa aku pergi..” ayah Bryan mengangguk dengan senyum kemenangan yang dari tadi tidak pudar. Yoona hanya bisa menunduk. Pikirnya,  Apakah dia bisa kembali ke Seoul? Ah tidak berharap akan bertemu dengan Bryan pun kecil kemungkinan.

DORR

Yoona mengangkat kepalanya dan membalikkan tubuhnya. Bryan – lelaki itu menyentuh pistol di tangannya, dan punggung ayah Bryan terluka.

Tidak.

Bryan.. dia…

Pembunuh?

Brakk

Tubuh Mr. Trevor ambruk ke aspal. Bryan dan Yoona terdiam, hingga mereka akhirnya sadar, ini adalah kesempatan mereka untuk kabur, sementara para bodyguard ayahnya tengah mengurusi lelaki itu.

Dengan langkah terseok-seok dan tangannya menopang pada bahu Yoona, Bryan berusaha berjalan. Tak henti Yoona terus mengusap air matanya kasar, dia tidak mengerti, kenapa dia harus terlibat dengan hal seperti ini?

DORR

Mulut Yoona menganga hebat. Tembakan itu bukan lagi mengenai Mr. Trevor, melainkan Bryan!!!

Brukk

Tubuh Bryan ambruk ke tanah, Yoona menatap tubuh Bryan.

“BRYAN!!!” Yoona mengangkat kepala Bryan dan dia simpan di atas pahanya. Berulang kali dia mengguncang-guncangkan tubuh Bryan dan berkata. “Bryan bangunlah, kau ingin aku mati?”

“Yoona..”

“apa Bryan? Apa? Cepat katakan..”

“aku senang pernah mengenalmu. Di kehidupan nanti, aku ingin ayah menganggapku sebagai anaknya dan menyayangiku seperti orang lain. A.. ku.. inginhh.. memberimu tugas… untuk menyampaikan pada… Im Yoona, jika aku mencintainya”

Bryan menutup matanya.

“aku juga mencintaimu, bodoh”

Brukk

***

Yoona membuka matanya pelan. Ruangan ini… sepertinya ruangan ini sudah tidak asing lagi. Tunggu. Bukankah ruangan ini…

KAMARNYA?

Buru-buru dia mengangkat selimut yang menutupi sebagian tubuhnya dan mengecek kalender. “30 Mei, ini hari ulang tahunku! Apa aku benar-benar pernah pergi ke LA?”

“Agassi, ada seseorang yang mengirim kue ini untuk anda” bibi Cha masuk ke dalam kamar Yoona. Sementara gadis itu masih aneh dengan kejadian ini.

“Bryan, Mr. Trevor, apa ini nyata?”

Yoona berjalan ke arah meja dekat ranjang, melihat kue apa yang diberikan oleh seseorang. Yoona melempar penutup kotak kue itu sembarang. Dan kue apa yang dia lihat?

Kue dengan gambar Rusa yang tengah menikmati salju. “apakah ini nyata?”

“tentu saja nyata, bodoh” Yoona sepertinya kenal dengan suara itu, dia mengalihkan pandangannya ke ambang pintu, melihat seorang pria yang tidak begitu tinggi dengan jas putih berdiri di sana.

“kau?” Yoona menatap lelaki di hadapannya aneh, bak seorang pria asing yang akan menculiknya.

“hey, aku Kim Kibum. Masa iya kau lupa denganku? Kalau benar kau lupa, kau benar-benar keterlaluan. Tapi, kau senang bukan?”

“Kibum Oppa? Tapi, kenapa kau bisa mirip dengan…”

“Bryan Trevor Kim..” potong Kibum cepat.

“kenapa kau bisa ta…”

“SURPRISE!” semuanya hadir di sana. Siwon dengan Tiffany, appa Yoona, Go Ara, Mr. Trevor, Park Hyesun, Lee Donghae.

“kau senang?” Kibum menatap Yoona. “kau masih bingung?”

Yoona mengangguk. “aku tidak mengerti”

“nanti akan ku jelaskan. Tapi sekarang…”

“apa? Sekarang apa?”

Chu~

#END

Ayo komentnya… komentnya….

Yang gak RCL, gak akan ketemu biasnya!!!

One thought on “49 days (speak now)

Leave a comment